BERITA UTAMA
DAERAH
0
Karisma dan Kritik, Dua Sisi Dedi Mulyadi di Mata Publik
KARAWANG | Suarana.com – Popularitas Dedi Mulyadi (KDM), Gubernur Jawa Barat, terus melejit. Jika menilik tren di mesin pencari seperti Google Trends, namanya kerap bersaing dengan tokoh-tokoh nasional seperti Presiden Prabowo dan mantan Presiden Jokowi. KDM tidak hanya dikenal sebagai pejabat publik, tetapi juga sebagai kreator konten yang aktif di media sosial, terutama YouTube.
KDM dinilai mampu menyelaraskan nilai-nilai budaya lokal dengan perkembangan teknologi. Ia juga dikenal piawai merangkai kata dan menyampaikan gagasan secara verbal, sehingga mudah diterima oleh masyarakat dari berbagai kalangan.
Sebagai pemimpin daerah, KDM memperlihatkan ketegasan dan konsistensi dalam menjalankan visi. Di saat yang sama, ia menghadirkan konten-konten yang tidak hanya menghibur, tetapi juga edukatif dan inspiratif. Akun media sosialnya disebut-sebut mampu menarik jutaan penonton, bahkan setara dengan acara televisi berorientasi komersial.
Salah satu kebijakan KDM yang menuai perhatian luas adalah pelarangan study tour dan wacana penghapusan kewajiban ijazah. Kebijakan ini langsung mengundang reaksi masyarakat, baik dukungan maupun kritik. Sayangnya, respons publik kadang berlebihan hingga menyeret institusi pendidikan secara umum, tanpa melihat sisi positif dari kegiatan seperti study tour yang sebenarnya bisa menambah wawasan dan memberikan pengalaman luar kelas bagi siswa.
Selain itu, gagasan KDM soal penyaluran anak-anak yang dianggap "nakal" ke barak militer juga menimbulkan perdebatan. Program tersebut dinilai terburu-buru karena minim pelibatan pemangku kepentingan seperti sekolah, dinas pendidikan, maupun DPRD.
Tidak sedikit pula kritik terhadap gaya komunikasi pendukung KDM di media sosial, yang terkadang menyerang balik pihak yang tidak sependapat, bahkan jika kritik tersebut disampaikan secara ilmiah. Fenomena ini dinilai mirip dengan perang opini politik di media sosial saat Pemilu sebelumnya.
Isu lain yang turut menjadi sorotan adalah perdebatan KDM dengan seorang pemudi bernama Aura terkait penggusuran bangunan liar dan biaya wisuda. Publik menilai narasi dalam peristiwa ini berkembang menjadi ajang persekusi digital terhadap pihak yang dianggap melawan KDM, tanpa mempertimbangkan empati atau keadilan sosial.
Catatan Kritis
Mengibaratkan Dedi Mulyadi sebagai Lionel Messi dalam dunia sepakbola, penulis menyatakan bahwa kemampuan individu sehebat apapun tetap membutuhkan kerja kolektif, aturan main yang disepakati bersama, serta penghormatan terhadap mekanisme pemerintahan, termasuk peran DPRD dan kepala daerah lain.
Popularitas KDM sebagai “Bapak Aing” patut diapresiasi, namun kritik dan perbedaan pendapat tetap penting untuk menjaga keseimbangan demokrasi. Sikap antikritik, merasa paling benar, dan merespons berbeda pendapat dengan kekerasan verbal dikhawatirkan dapat mengarah pada kepemimpinan yang otoriter.
Penulis:
Dadan Suhendarsyah
Pemilih Rasional KDM
Biar nggak ketinggalan info penting, yuk follow Channel WhatsApp Suarana.com!
(Red)
Via
BERITA UTAMA