BERITA UTAMA
KARAWANG
Pemerintahan
0
Kick Off PAD dengan Doa? Pemerintah Karawang Dinilai Kehilangan Arah
KARAWANG | Suarana.com - Pemerintah Kabupaten Karawang dinilai melakukan pendekatan simbolik dalam mengatasi persoalan rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal itu muncul setelah kegiatan religius digelar sebagai pembuka program peningkatan PAD, alih-alih menyusun strategi kebijakan konkret.
Kritik tersebut disampaikan Divisi Advokasi dan Kebijakan Publik LBH Cakra Indonesia, Wahyudin. Menurutnya, langkah pemerintah yang menjadikan acara doa bersama sebagai momentum peningkatan PAD menunjukkan gejala birokrasi yang kehabisan gagasan.
“Ini bukan soal agama. Ini soal kemalasan intelektual dalam bernegara,” ujar Wahyudin.
Ia menilai, daerah sebesar Karawang seharusnya memiliki strategi ekonomi berbasis kebijakan yang terukur, bukan sekadar mengandalkan acara seremonial.
Karawang merupakan salah satu kawasan industri terbesar di Jawa Barat, pusat produksi pangan, serta jalur ekonomi strategis nasional. Namun menurut Wahyudin, potensi tersebut tidak dimanfaatkan secara optimal karena pemerintah lebih memilih pendekatan simbolik dibanding reformasi kebijakan.
“Alih-alih melakukan reformasi pajak, transparansi retribusi, pemberantasan rente, atau menciptakan nilai ekonomi baru, pemerintah justru memilih strategi paling murah: mengganti kerja dengan simbolisme,” tegasnya.
Wahyudin menyebut fenomena ini sebagai ciri pemerintahan rente—yakni pola kekuasaan yang hidup dari pungutan, bukan dari kerja sistematis dan inovasi kebijakan.
Ia juga menyebut sejumlah persoalan yang belum ditangani pemerintah secara serius, di antaranya:
- Kebocoran PAD
- BUMD yang masih menjadi beban daerah
- Perizinan yang rumit dan tidak ramah investasi
- UMKM yang tidak mendapatkan dukungan optimal
- Pertanian yang termarginalkan
- Pungutan liar yang masih terjadi di berbagai sektor
Menurutnya, langkah pemerintah menjadikan kegiatan doa sebagai strategi peningkatan PAD berpotensi menjadi tameng moral yang menutupi kegagalan manajerial dan tata kelola pemerintahan.
“Doa itu mulia. Tetapi ketika ia dijadikan substitusi atas kerja, itu menjadi simbol kekosongan gagasan,” katanya.
Ia menegaskan, masyarakat Karawang tidak membutuhkan panggung seremonial atau legitimasi religius, melainkan keberanian pemerintah untuk membongkar praktik rente, memperbaiki tata kelola anggaran, dan menciptakan nilai ekonomi riil.
“Karawang tidak kekurangan masjid. Yang kurang adalah birokrat dengan keberanian berpikir dan kemauan mengubah struktur,” tutupnya.(red)
Via
BERITA UTAMA

Lintas Indonesia
Taktis.web.id
Zonix.web.id
Pojok Media
Politikanews
Gepani.web.id
Borneonews.web.id
Kalbarsatu.web.id
Karawang Bergerak
Bukafakta.web.id
Radarkita.web.id
Inspirasi.web.id
Indeka.web.id
Kampara.web.id
Linkbisnis.co.id
Expose.web.id
Suarakotasiber
RIzki Suarana