ARTIKEL
BERITA UTAMA
OPINI
PENULIS
0
Mencoblos atau Menghibur? Potret Demokrasi dalam Bayang-bayang Badut Politik
Opini ditulis : Devin
Suarana.com - Di tengah kemeriahan pesta demokrasi, ada sebuah pemandangan yang terasa ironis. Rakyat, sebagai aktor utama dalam panggung pemilu, tampak terjebak dalam skenario yang tak sepenuhnya mereka kendalikan. Alih-alih menjadi penentu masa depan bangsa, mereka justru tampak seperti robot politik, sekadar menjalankan peran tanpa kejelasan arah dan substansi.
Fenomena ini mengundang tanda tanya besar: Apakah masyarakat benar-benar memiliki kendali dalam memilih calon pemimpin, atau hanya menjadi "badut politik" yang diarahkan oleh kepentingan-kepentingan tertentu? Berbagai laporan media menunjukkan betapa masyarakat sering terjebak dalam dinamika kampanye yang cenderung menyederhanakan pilihan. Berita dari Tempo mengangkat kasus ini, mencatat bahwa sering kali program-program kampanye kandidat justru berfokus pada hiburan semata, jauh dari diskusi kritis yang seharusnya mendidik pemilih .
Sejalan dengan laporan tersebut, sebuah artikel dari Kompas bahkan menyoroti tren kampanye yang semakin penuh dengan gimmick dan slogan kosong, yang tidak memberi banyak ruang bagi pemilih untuk memahami visi dan misi sesungguhnya dari para kandidat . Bahkan, menurut hasil survei dari Litbang Harian XYZ, 72% pemilih merasa bahwa pilihan mereka lebih didasarkan pada kepopuleran kandidat dibandingkan dengan kebijakan yang diusung . Fakta ini menyiratkan bahwa demokrasi, dalam kenyataannya, bisa jadi hanya sekadar parade tanpa arah.
- Dilematis Pemilih
Di satu sisi, pemilih memang memiliki hak untuk menentukan pilihan mereka, namun sering kali pilihan ini terkesan seperti dua sisi mata uang yang sama. Calon pertama mungkin menampilkan citra profesional yang memukau, tetapi memiliki jejak rekam yang diragukan; calon kedua mungkin akrab di kalangan masyarakat, namun dengan rekam jejak yang tak lebih baik. Banyak masyarakat yang akhirnya memilih berdasar pada kesan pribadi atau sekadar "ikut-ikutan," alih-alih memahami esensi kebijakan.
Seperti yang ditulis dalam editorial di *Republika*, kampanye yang penuh dengan isu populis tanpa dasar ideologis yang kuat hanya akan menciptakan ilusi demokrasi, di mana pemilih dibatasi oleh figur-figur yang dijajakan kepada mereka dengan cara yang kurang kritis .
- Tanggung Jawab Bersama
Ke depan, para pelaku politik dan media memiliki peran besar untuk menciptakan kesadaran demokrasi yang lebih substansial. Media, sebagai pilar keempat demokrasi, diharapkan bisa membangun wacana kritis yang mendidik, bukan sekadar menjadi medium untuk menyampaikan janji-janji semu.
Sementara itu, tanggung jawab masyarakat juga tak kalah penting. Sebagai pemilih, kita harus lebih teliti dan kritis dalam melihat setiap program yang disampaikan oleh kandidat. Demokrasi tidak hanya berarti kebebasan untuk memilih, tetapi juga kebebasan untuk memahami dan menilai dengan cerdas.
Kita berharap agar pesta demokrasi tidak hanya menjadi sekadar “pertunjukan”, tetapi benar-benar berfungsi sebagai mekanisme penyalur aspirasi rakyat demi masa depan yang lebih baik.
Suarana.com hadir di seluruh wilayah. Baca juga jaringan media kami:
Kami juga menyediakan layanan untuk Anda:
TV.suarana.com (Layanan TV streaming)
Epaper.suarana.com (Akses koran digital)
Promo.suarana.com (Penawaran promosi terbaru)
Edu.suarana.com (Platform edukasi)
Catatan.suarana.com (Berita dan catatan harian)
Adv.suarana.com (Layanan iklan)
Store.suarana.com (Toko online Suarana)
Via
ARTIKEL