BERITA UTAMA
DAERAH
HEADLINE
KARAWANG
NASIONAL
0
Pahami MoU Dewan Pers dan Polri, Sengketa Pemberitaan Seharusnya Diselesaikan Lewat Mekanisme Pers
KARAWANG | Suarana.com – Kasus hukum yang melibatkan seorang warga Desa P, YS, menuai perhatian kalangan jurnalis dan pemerhati kebebasan pers. YS dilaporkan atas dugaan pencemaran nama baik setelah pernyataannya dimuat dalam sebuah pemberitaan media online lokal pada Agustus 2023.
Padahal, sebagaimana diatur dalam Nota Kesepahaman (MoU) antara Dewan Pers dan Polri Nomor 03/DP/MoU/III/2022 dan NK/4/III/2022, setiap sengketa yang menyangkut produk jurnalistik harus diselesaikan melalui mekanisme Dewan Pers, bukan langsung ke ranah pidana.
Dalam pemberitaan tersebut, YS menyampaikan sejumlah pandangan dan dugaan terkait pengelolaan program sosial perusahaan di desanya. Namun, pernyataan itu kemudian menjadi dasar laporan hukum dari pihak Kades aktif, EA, yang merasa dirugikan atas isi berita.
Pakar media menyatakan bahwa tanggung jawab hukum atas isi berita berada pada media, bukan narasumber.
“Jika narasumber langsung diproses secara pidana karena isi berita, maka ini bisa mengancam keberanian warga dalam berbicara di ruang publik,” ujar Hm, salah satu wartawan senior di Karawang 11/06.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dijelaskan bahwa sengketa pemberitaan harus diselesaikan secara etis dan proporsional, melalui jalur Dewan Pers.
Dalam banyak kasus, pihak yang merasa dirugikan bisa menempuh beberapa langkah:
- Mengajukan hak jawab atau hak koreksi ke media yang memuat berita.
- Melaporkan ke Dewan Pers untuk dilakukan klarifikasi dan mediasi.
- Tidak langsung menempuh jalur hukum pidana, karena dapat melanggar prinsip perlindungan kemerdekaan pers.
Perlu Edukasi Hukum Pers di Daerah
Kasus ini dinilai sebagai cerminan masih minimnya pemahaman sebagian masyarakat dan aparat tentang fungsi pers dan posisi narasumber dalam sistem demokrasi.
“Setiap pernyataan narasumber di media adalah bagian dari kerja jurnalistik. Jika ada kesalahan dalam penyajian, maka yang harus bertanggung jawab adalah redaksi. Dan jika beritanya tidak benar, ada mekanisme Dewan Pers, bukan BAP di kepolisian,” kata salah seorang, pengamat media lokal.
Banyak pihak berharap kasus ini bisa menjadi pelajaran penting bagi semua elemen masyarakat. Informasi yang disampaikan secara terbuka dan melalui media seharusnya tidak langsung dianggap sebagai pelanggaran hukum, selama masih dalam koridor penyampaian pendapat.
“Kami mendorong semua pihak agar bijak dalam menyikapi informasi. Jika ada keberatan terhadap isi pemberitaan, sebaiknya ditempuh melalui prosedur yang telah ditetapkan, seperti hak jawab atau mediasi melalui Dewan Pers. Jangan langsung membawa persoalan ke ranah pidana, apalagi melibatkan wartawan yang hanya menjalankan tugas jurnalistik sebagai saksi. Hal itu sangat tidak dibenarkan,” pungkas Hm.
Catatan Redaksi:
Berita ini disusun dalam rangka edukasi publik mengenai mekanisme penyelesaian sengketa pemberitaan, bukan untuk memihak salah satu pihak. Nama-nama disamarkan demi menjaga prinsip kehati-hatian dan praduga tak bersalah.
Biar nggak ketinggalan info penting, yuk follow Channel WhatsApp Suarana.com!
(Red)
Via
BERITA UTAMA