INVESTASI
0
Jejak Mafia BBM dan Dugaan Setoran Oknum di Balik Tambang Emas Ilegal Kapuas
KALBAR, SANGGAU | Suarana.com - Deru mesin “jek” kembali menggema di aliran Sungai Kapuas. Aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang sempat mereda, kini kembali beroperasi secara terang-terangan. Bising mesin di atas lanting (rakit tambang) bukan hanya mencemari sungai, tetapi juga mencoreng wajah penegakan hukum di wilayah Sanggau.
Aktivitas ilegal ini berlangsung tanpa hambatan berarti, seolah menantang hukum. Para pelaku beraksi dengan bebas, seakan kebal dari jeratan pidana.
“Mereka seperti sengaja memamerkan bahwa hukum tidak berlaku bagi mereka. Ini bukan daratan, ini sungai kehidupan warga. Dampaknya bisa sampai ke hilir,” ujar seorang pemerhati lingkungan lokal yang meminta namanya dirahasiakan.
Investigasi lapangan menemukan fakta mencengangkan: BBM bersubsidi jenis solar yang digunakan untuk menggerakkan mesin-mesin tambang ternyata disuplai oleh jaringan mafia BBM ilegal. Sosok berinisial AWG disebut sebagai pemain utama pemasok sekaligus pemilik beberapa lanting tambang di sepanjang Sungai Kapuas.
BBM yang semestinya untuk rakyat, justru disalurkan ke aktivitas ilegal yang merusak ekosistem sungai. Pola pengiriman dilakukan teratur, diduga dengan perlindungan dari oknum aparat.
“Pasokan solar untuk tambang itu bukan sedikit, dan tidak mungkin jalan tanpa perlindungan. Semua sudah diatur,” ungkap Ed, salah seorang warga yang memantau aktivitas PETI tersebut.
Sumber lain menyebutkan, setiap lanting yang beroperasi membayar setoran rutin kepada oknum aparat penegak hukum (APH). Tujuannya satu: agar aktivitas tambang dibiarkan tanpa gangguan. Setoran itu diduga dikumpulkan melalui jaringan pengelola tambang di lapangan.
Nama-nama yang kerap disebut dalam jaringan ini antara lain:
- ASP, diduga sebagai penampung hasil tambang sekaligus pemilik sejumlah lanting.
- JN, operator lapangan yang mengatur jalannya mesin jek di lokasi.
- AWG, pemasok solar bersubsidi dan pemilik lanting aktif.
Semua nama itu kini menjadi perhatian masyarakat yang mulai mempertanyakan: siapa yang sebenarnya mengendalikan tambang ilegal di Kapuas?
Jika aparat benar-benar bertindak, sederet pasal berat sebenarnya bisa dijeratkan kepada para pelaku dan jaringan pendukungnya:
Pelanggaran Lingkungan Hidup
UU No. 32 Tahun 2009
Pasal 98 Ayat (1): Pidana penjara 3–10 tahun dan denda Rp3–10 miliar bagi siapa pun yang menyebabkan pencemaran atau perusakan lingkungan.
Pertambangan Tanpa Izin (Minerba)UU No. 3 Tahun 2020Pasal 158: Penjara hingga 5 tahun dan denda Rp100 miliar bagi pelaku tambang tanpa izin resmi.Penyalahgunaan BBM SubsidiUU No. 22 Tahun 2001Pasal 55: Penjara maksimal 6 tahun dan denda Rp60 miliar bagi yang menyalahgunakan distribusi BBM bersubsidi.Korupsi dan Gratifikasi (Jika Terbukti Ada Setoran)UU No. 31 Tahun 1999Pasal 12: Pegawai negeri yang menerima gratifikasi dapat dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atau maksimal 20 tahun.
Fakta di lapangan memperlihatkan bahwa tambang emas ilegal di Kapuas bukan sekadar aksi warga mencari nafkah. Aktivitas ini telah menjelma menjadi jaringan terorganisir, melibatkan pemodal besar, mafia BBM, dan oknum aparat yang diduga turut menikmati keuntungan.
Namun hingga kini, belum ada tindakan tegas dari aparat maupun pemerintah daerah. Lanting-lanting tambang masih beroperasi, suara mesin jek masih menderu, dan Sungai Kapuas terus tercemar.
Jika pembiaran ini terus berlangsung, bukan hanya lingkungan yang hancur, tapi juga wibawa hukum dan kepercayaan publik terhadap negara.
Tim Investigasi akan terus menelusuri dugaan keterlibatan jaringan PETI di Kapuas Sanggau dan menuntut tindakan nyata dari aparat penegak hukum. Publik berhak tahu siapa yang bermain di balik rusaknya Sungai Kapuas.
Berita telah tayang : https://kalbar.suarana.com/2025/10/deru-mesin-peti-kembali-menghantui.html
Berita telah tayang : https://kalbar.suarana.com/2025/10/deru-mesin-peti-kembali-menghantui.html
Via
INVESTASI