BERITA UTAMA
DAERAH
KARAWANG
0
Tambang di Kawasan Lindung Karawang Selatan Picu Konflik Hukum
KARAWANG | Suarana.com – Awan gelap menaungi Karawang Selatan. Bukan hanya ancaman kerusakan lingkungan dari tambang batu kapur PT MPB dan PT Juishin yang membuat resah warga, tetapi juga jeratan hukum yang kini menimpa para pejuang lingkungan.
Koordinator aksi penolakan tambang, Ujang Nurali, bersama seorang tokoh perempuan setempat, dipanggil ke Mabes Polri setelah dilaporkan pihak perusahaan. Keduanya dituding merusak fasilitas saat demonstrasi pada April 2025. Aktivis menduga, langkah tersebut merupakan bentuk kriminalisasi terhadap warga yang menjalankan hak menyuarakan pendapat.
Akar Konflik
Perselisihan terkait tambang ini sudah berlangsung lama. Pada 16 Juli 2024, kelompok masyarakat Karawang Selatan mengajukan permohonan kepada Plt. Gubernur Jawa Barat untuk membatalkan Izin Usaha Produksi (IUP) PT MPB. Namun, pada 27 September 2024, pemerintah provinsi menjawab bahwa izin tambang tersebut sudah sesuai aturan.
Penolakan berlanjut. Pada 30 Desember 2024, warga mendesak DPRD Karawang menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP). Hanya pihak Perhutani yang hadir, sedangkan MPB dan Juishin absen. Sebelumnya, 5 Februari 2024, DPRD Karawang bersama OPD terkait di Pemkab Karawang sudah mengeluarkan surat resmi yang menolak pertambangan tersebut.
Dari sisi hukum, warga memiliki amunisi kuat. Izin lingkungan MPB telah dibatalkan, kasasi dan peninjauan kembali (PK) dimenangkan Pemkab Karawang. Namun, kabar bahwa MPB tetap akan beroperasi memicu konsolidasi aksi unjuk rasa besar-besaran.
Tambang di Kawasan Lindung
Lokasi tambang berada di kawasan lindung yang diatur dalam Perda No. 2 Tahun 2013 dan Perda No. 9 Tahun 2022 tentang Tata Ruang Jawa Barat. Ujang Nurali menyebut, area itu merupakan bentang alam karst yang dilindungi Permen ESDM No. 26 Tahun 2012.
“Terdapat tiga gua yang membentuk sungai bawah tanah dengan mata air permanen. Bahkan ada habitat kera dan harimau di area tersebut. Kalau rusak, bukan hanya Karawang yang terdampak, tapi pasokan air jutaan orang,” ujarnya.
Panitia aksi April 2025 menegaskan kegiatan berjalan tertib dan tidak pernah memerintahkan pembakaran ban atau perusakan fasilitas. Namun, perusahaan melaporkan adanya kerusakan pada pos sekuriti dan gerbang di tanah sepadan sungai.
Menurut tim advokasi, hasil penelusuran ke Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) SDA menunjukkan bangunan itu tidak memiliki rekomendasi teknis maupun izin PUPR, sehingga tergolong bangunan liar. Bahkan jembatan yang dibangun PT Juishin juga diduga tidak berizin.
Meski nilai kerugian disebut di bawah Rp5 juta, kasus ini justru ditangani langsung Mabes Polri. “Ini indikasi teror dan pembungkaman,” kata Dadi Mulyadi dari Tim Advokasi Karawang Selatan (Takarst).
Warga Karawang Selatan menegaskan tidak gentar menghadapi proses hukum. “Satu orang dikriminalisasi, ribuan akan bangkit,” tegas Dadi.
Mereka mendesak pemerintah pusat dan daerah mencabut izin operasional PT MPB dan PT Juishin, serta menghentikan kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan. Gugatan balik terhadap perusahaan juga tengah disiapkan.
Di tengah hiruk pikuk hukum, kawasan karst Karawang Selatan tetap menjadi penyangga kehidupan, sekaligus medan pertempuran antara industri tambang dan warga yang berjuang mempertahankan kelestarian alam.
Biar nggak ketinggalan info penting, yuk follow Channel WhatsApp Suarana.com!
(red)
Via
BERITA UTAMA